Keputusan Airlangga untuk membagi dua kerajaannya menghasilkan pembentukan dua kerajaan, yaitu Jenggala dan Panjalu (Kediri).
Dalam perkembangannya, kedua kerajaan tersebut selalu berselisih. Hal ini diakibatkan oleh ambisi Mapanji Garasakan untuk menguasai seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang. Pada masa pemerintahan penggantinya yang bernama Mapanji Alanjung, Panjalu berhasil mendesak Jenggala. Akhirnya, Alanjung mengungsi ke Marsma Lor. Setelah itu sejarah Jenggala tidak diketahui lagi. Sebagai gantinya, 60 tahun kemudian muncullah Kerajaan Kediri.
Pada tahun 1116, Kediri diperintah oleh Sre Bameswara (1116-1135). Kemudian ia digantikan oleh Jayabaya. Jayabaya memerintah antara tahun 1135 hingga 1157. Ia memakai lambang Garudamukha untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan sah Airlangga.
Pada awal pemerintahannya, Jayabaya mengeluarkan Prasasti Hantang. Isinya memuat tulisan berbunyi, "Panggalu jayati", atau "Panjalu menang". Artinya, di bawah pemerintahannya, Panjalu (Kediri) berhasil menaklukkan Jenggala. Dengan demikian, Kediri berhasil menyatukan kembali wilayah bekas Medang yang terbagi. Sebagai tanda kemenangannya, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayudha, sebuah kakawin yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Seperti yang diketahui, Bharatayudha adalah sebuah kisah tentang perebutan tahta Hastinapura antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Jayabaya kemudian berturut-turut digantikan oleh Suweswara (1159-1169), Ayyeswara (1169-1181), dan Maharaja Gandra (1181-1182).
Riwayat Kerajaan Kediri berakhir pada masa pemerintahan Kertajaya. Pada tahun 1222, dengan dukungan kaum brahmana, Ken Arok melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Kediri. Dalam suatu pertempuran di Desa Genter, Kertajaya dan pasukannya berhasil dikalahkan.